Dosen: Dr. Ibrahim
Tugas Akhir Kuliah Filsafat Ilmu oleh Mujianto
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan peradaban membawa perubahan pada pola pikir, tata nilai dan falsafah hidup manusia. Untuk menjelaskan fenomena-fenomena perubahan, diperlukan filsafat dan ilmu. Dua kata yang saling terkait, baik secara subtansial maupun historis ini, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kilas balik dari elahiran filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan. Dengan filsafat, pola pikir yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang tergantung pada rasio. Fenomena alam, seperti gerhana tidak lagi dianggap sebagai kegiatan dewa yang tertidur, tetapi merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh matahari, bulan, dan bumi berada pada garis yang sejajar, sehingga bayangan-bayangan bulan menimpa sebagian permukaan bumi.
Perubahan dari pola pikir mite-mite ke rasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti kemudian dekati dan bahkan bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta maupun manusia sendiri. Dari penelitian alam semesta dan manusia, muncullah ilmu-ilmu seperti astronomi, kosmologi, fisika, kimia, biologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya. Ilmu-ilmu tersebut kemudian menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih khusus lagi dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa manfaatnya.
Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang merefleksi, radilkal, dan integral mengenai hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Filsafat ilmu merupakan penerusan dan pengembangan filsafat pengetahuan (epistemologi ), sebab” pengetahuan ilmiah” tidak lain adalah a higher level dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti khusus sebagaimana kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya kaitannya dengan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah memiliki fungsi sebagai alat. Bahasa sebagai alat komunikasi sangat berperan penting. Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak yang mana obyek-obyek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak.
Adanya simbol bahasa yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut. Demikian juga bahasa memberikan kemampuan untuk berpikir secara teratur dan sistematis.1 Dengan Bahasa manusia dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan sikap.2 Dalam perkembangannya, pada tahap sekarang ini filsafat ilmu juga mengarahkan perhatiannya pada masalah strategi pengembangan ilmu, di samping menyangkut etik, heuristik bahkan juga sampai dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan ilmu, tetapi arti serta maknanya bagi kehidupan manusia yang dalam era teknologi ini tetap mendambakan kehidupan yang manusiawi.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas keterkaitan serta pengembangan filsafat ilmu dengan pengetahuan (epistemologi).
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah keterkaitan serta pengembangan filsafat ilmu dengan filsafat pengetahuan (epistemologi), yang di jabarkan dengan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini :
a. Apakah yang dimaksud dengan epistemologi?
b. Apakah yang dimaksud dengan pengetahuan?
c. Bagaimanakah terjadinya pengetahuan?
d. Bagaimanakah jenis-jenis pengetahuan?
e. Bagaimanakah asal-usul pengetahuan?
C. Tujuan Penulisan
Setelah membaca makalah ini diharapkan memperluas wawasan mahasiswa t:entang:
1. Pemahaman konsep dasar filsafat ilmu, kedudukan, fokus, cakupan, tujuan dan fungsinya untuk dapat dijadikan landasan pemikiran, perencanaan dan pengembangan ilmu dan pendidikan secara akademik dan profesional.
2. Mampu memahami filsafat ilmu untuk mengembangkan diri sebagai ilmuwan maupun sebagai pendidik dengan penggunaan alternatif metodologi penelitian, baik pendekatan kuantitatif dan kualitatif maupun perpaduan kedua-duanya dalam konsentrasi bidang studi yang menjadi minat utamanya.
3. Mampu menerapkan filsafat ilmu sebagai dasar pemikiran, perencanaan dan pengembangan khususnya landasan keilmuan dan landasan pendidikan yang dijiwai nilai-nilai ajaran agama dan nilai-nilai luhur budaya masyarakat Indonesia yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara serta umat manusia.
D. Kegunaan
Penulisan makalah ini diharapkan berguna bagi penulis, dan mahasiswa pasca sarjana (S-2) Untirta pada umumnya berkaitan dengan pemahaman konsep dasar filsafat ilmu, kedudukan, fokus, cakupan, tujuan dan fungsinya untuk dapat dijadikan landasan pemikiran, perencanaan dan pengembangan ilmu dan pendidikan secara akademik dan profesional. Selain itu dapat menambah pemahaman mahasiswa tentang filsafat ilmu untuk mengembangkan diri sebagai ilmuwan maupun sebagai pendidik dengan penggunaan alternatif metodologi penelitian, baik pendekatan kuantitatif dan kualitatif maupun perpaduan kedua-duanya dalam konsentrasi bidang studi yang menjadi minat utamanya.
Diharapkan juga ulisan ini mampu membekali mahasiswa dalam penerapan filsafat ilmu sebagai dasar pemikiran, perencanaan dan pengembangan khususnya landasan keilmuan dan landasan pendidikan yang dijiwai nilai-nilai ajaran agama dan nilai-nilai luhur budaya masyarakat Indonesia yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara serta umat manusia dalam pemahaman dan perkembangan lingkungan dinamika global.
BAB II
FILSAFAT PENGETAHUAN
( EPISTEMOLOGI )
A. Pengertian Epistemologi
Istilah epistemology menurut bahasa cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasa dan batas-batas pengetahuan.1 Kata ini digunakan untuk membedakan antara dua cabang filsafat, yaitu epistemologi (filsafat pengetahuan) dan ontologi (metafisika umum), Epistemologi adalah kata kunci untuk ,menjawab pertanyaan apakah yang dapat saya ketahui?
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi theory of knowledge.
Istilah-istilah lain yang setara maksudnya dengan ‘epistemologi’ dalam berbagai kepustakaan filsafat kadang-kadang disebut juga logika material, kriteriology, kritika pengetahuan, gnosiology dan dalam bahasa Indonesia lazim dipergunakan istilah ‘Filsafat Pengetahuan”.
1. Logika Materia
Logika Matria terdiri dari dua kata “logika” dan “material”. Logika menurut bahasa pengetahuan tentang kaidah berpikir.2 Adanya simbol bahasa yang bersifat abstrak memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut. Demikian juga bahasa memberikan kemampuan untuk berpikir secara teratur dan sistematis3 Dengan Bahasa manusia dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan sikap.5 Bahasa berperan penting dalam perkembangan pikiran anak-anak. Peranan itu terutama ialah memungkinkan berkembangnya pikiran abstrak dan konseptual, serta membentuk dan mendorong perkembangan pikiran, bernalar dan sistematis.6 Bahasa tidak terpisahkan dari manusia dan mengikuti di dalam setiap pekerjaannya, mulai saat bangun pagi-pagi sampai jauh malam waktu ia beristirahat, manusia tidak lepas memakai bahasa.4 Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual (pengetahuan).
Istilah logika material sudah mengandaikan adanya ilmu pengetahuan lain yang disebut logika formal. Sesungguhnya istilah logika material ini secara khusus hanya terdapat pada kepustakaan kefilsafatan Belanda.
Apabila logika formal bersangkutan dengan bentuk-bentuk pemikiran, maka logika material bersangkutan dengan isi pemikiran. Maka logika material berusaha untuk menetapkan kebenaran dari suatu pemikiran ditinjau dari segi isinya. Adapun logika material bersangkutan dengan kebenaran materil, yang kadang-kadang juga disebut kebenaran autentik atau otentisitas isi pemikiran.
2. Kriteriolog
Istilah kriteriologi berasal dari kata kriterium yang berarti ukuran. Dalam hal ini yang dimaksud adalah ukuran untuk untuk menetapkan benar tidaknya suatu pemikiran atau pengetahuan tertentu. Dengan demikian kriteriologi merupakan suatu cabang filsafat yang berusaha untuk menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan berdasarkan tentang kebenaran.
3. Kritika Pengetahuan
Istilah kritika pengetahuan sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan istilah kriteriologi. Kritika disini adalah sejenis usaha manusia untuk menetapkan, apakah sesuatu pikiran atau pengetahuan manusia itu sudah benar atau tidak benar dengan jalan meninjaunya secara sedalam-dalamnya. Kritika pengetahuan menunjuk kepada suatu ilmu pengetahuan yang berdasarkan tinjauan secara mendalam berusaha menentukan benar tidaknya sesuatu pikiran atau pengetahuan.
4. Gnoseologia
Istilah gnoseologia berasal dari kata gnosis dan logos. Dalam hali ini gnosis berarti pengetahuan bersifat keilahian, sedangkan logos berarti ilmu pengetahuan. Secara demikian gnoseologia berarti ilmu pengetahuan atau cabang ilmu filsafat yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikiat pengetahuan, khususnya mengenai pengetahuannya bersifat keilahian.
5. Filasafat Pengetahuan
Secara singkat dapat dikatakan filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai filsafat pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.
J.A. Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari soal tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu pengetahuan. Jacques Veuger mengemukakan, epistemologi ialah pengetahuan tentang pengetahuan dan pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan kita sendiri bukan pengetahuan orang lain tentang pengetahuan kita, atau opengetahuan yang kita miliki tentang pengetahua orang lain.
Abbas Hamami Mintarejo memberikan pendapat bahwa epistemologi adalah bagian filsafat atau cabang filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian atau pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi itu.
Apabila kita perhatiakn definisi di atas tampak bahwa semuanya hampir senada. Epistemonolgi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan. Jadi, objek material epistemonologi adalah pengetahuan, sedangakn objek formulanya adalah hakikat pengetahuan itu. Oleh karena itu, sistematika penulisan epistemonologi adalah arti pengetahuan terjadinya pengetahuan, jenis-jenis pengetahuan, dan asal- usul pengetahuan.
B. Arti Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenai tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya. Jadi pengetahuan adalah hasil tahu manusia ternadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, ata hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Semuapengetahuan hanya dikenal dan ada di dalam pemikiran manusia , tanpa pikiran pengetahuan tidak akan eksis. Oleh karena itu, keterkaitan antara pengetahuan dan pikiran merupakan sesuatu yang kodrati. Bahm (dalam Rizal Muntazir dkk, 2001) menyerbutkan ada delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia, yaitu sebagai berikut.
a. Mengamati (observes) ; pikiran berperan dalam mengamati onjek-objek. Dalam melaksanakan pengamatan terhadap objek itu maka pikiran haruslah mengandung kesadaran.
b. Menyelidiki (inquires) ; ketertarikan terhadap objek dikondisikan oleh jenis-jenis objek yang tampil. Tenggang waktu atau durasi minat seseorang pada objek itu sangat tergantung pada “daya tariknya”.
c. Percaya (believes) ; manakala suatu objek muncul dalam kesadaran, biasanya objek-objek itu diterima sebagai objek yang nampak. Kata percaya biasanya dilawankan dengan keraguan. Sikap menerima sesuatu yang menampak sebagai pengertian yang memadai setelah keraguan, dinamakan kepercayaan.
d. Hasrat (desires) ; kodrat hasrat ini mencakup konsis biologis serta psikologis dan interaksi dialektik antara tubuh dan jiwa. Karena pikiran dibutuhkan untuk aktualisasi hasrat, kita dapat mengatakannya sebagai hasrat pikiran. Tanpa pikiran tidak mungkin ada hasrat. Beberap hasrat juga bisa timbul dari ketertatikan pada tindakan, pengaruh, pengendalikan dan ketertarikan pada kesenangan dan dalam melupakan penderitaan, ketertarikan pada kehormatan, pengahargaan, reputasi, dan rasa keamanan.
e. Maksud (intends) ; kendatipun memiliki maksud ketika akan mengobservasi, menyelidiki,mempercayai dan berhasrat, namun sekaligus perasaannya tidak berbeda atau bahkan terdorong ketika melakukannya.
f. Mengatur (organizer) ; setiap pikiran adalah suatu organisme yang teratur dalam diri seseorang. Menyesuaikan (adapt
g. s) ; menyesuaikan pikiran sekaligus melakuakan pembatasan-penbatasan yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan yang tercakup dalam otak dan tubuh didalam fisik, biologis, lingkungan sosial dan kultural dan keuntungan yang terlihat dalam tindakan, hasrat, dan kepuasan.
h. Menikmati (enjoys) ; pikiran –pikiran mendatangkan keasyikan. Orang yang asyik dalam menekuni suatu persoalan, ia akan menikmat itu dalam pikirannya.
C. Terjadinya Pengetahuan
Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemonogi, sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang akan berwarna pandangan atau paham filsafat. Jawaban yang paling sederhana tentang terjadinya pengetahuan ini adalah filsafat a priori atau a posteriori. Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman batin. Adapun pengetahuan a posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif. (Abbas Hamami M.,1982: 11)
Sebagai alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis mengemukakan ada enam hal, yaitu sebagai berikut ;
1. Pengalaman Indra (sense experience)
Orang sering merasa pengindraan merupakan alat yang paling vital dalam memperoleh pengetahuan. Memang dalam hidup manusia tampaknya pengindraan adalah satu-satunya alat untuk menyerap segala sesuatu objek yang ada di luar diri manusia. Jadi, pengetahuan berawal mula dari kenyataan yang dapat diindrai. Tokoh pemula dari pandangan ini adalah Aristoteles,yang berpendapat bahwa pengetahuan terjadi bila sunjek diubah di bawah pengaruh objek, artinya bentuk-bentuk dari dunia luar meninggalkan bekas-bekas dalam kehidupan batin. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi indra (sensasi).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengalaman indra merupakan sumber pengetahuan yang berupa alat-alat untuk menangkap objek dari luar diri manusia melalui kekuatan indra. Kekhilafan akan terjadi apabila ada ketidaknormalan diantara alat-alat itu.
2. Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapat pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam masalah ini adalah tentang asas-asas pemikiran berikut.
Principium Identitas, adalah sesuatu itu mesti sama dengan dirinya sendiri (A=A). Asas ini biasa juga disebut asas kesamaan.
Principium Contradictionis, maksudnya bila terdapat dua pendapat yang bertentangan, tidak mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan atau dengan kata lain pada subjek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa disebut sebagai asas bertentangan.
Principium Tertii Exclusi, yaitu pada dua pendapat yang berlawanan tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah. Kebenaran hanya terdapat satu diantara kedua itu, tidak perlu ada pendapat yang ketiga. Asas ini biasa disebut asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
3. Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui plek kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetrahhuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh melaui otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibawaan tertentu.
4. Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan yang berupa pengetahuan. Pengetahuanyang diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. Dengan demikian sesungguhnya peran intuisi sebagai sumber pengetahuan karena intuisi sebagai sumber pengetahuan karena intuisi merupakan suatu kemampuan yang ada dalam diri manusia yang mampu melahirkan pernyataan-pernyataan yang berupa pengetahuan.
5. Wahyu (Revelatoin)
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.
6. Keyakinan (Faith)
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan yang berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas, karena keduanya menetapkan bahwa alat lain yang dipergunakannya adalah kepercayaan. Adapun keyakinan melulu kemampuan kejiwaan manusia yang merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan. Adapun keyakinan itu sangat statis, kecuali ada bukti-bukti baru yang yang akurat dan cocok untuk kepercayaannya.
D. Jenis-Jenis Pengetahuan
Pengetahuan ini menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi atas :
1. Pengetahuan nonilmiah;
2. Pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan nonilmiah ialah pengetahuan yang diperoleh dengan mengguanakn cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah. Dalam hal ini termasuk juga dalam babak terakhir direncanakan untuk diolah lebih lanjut menjadi pengetahuan ilmiah, yang biasanya disebut pengetahuan pra ilmiah.
Secara umum yang dimaksud dengan pengetahuan nonilmiah ialah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang sesuatu objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang cocok adalah hasil penglihatan dengan mata, hasil pendengaran telinga, hasil pembauan hidung, hasil pengecapan lidah, dan hasil perabaan kulit. Yang termasuk dalam kategori pengetahuan nonilmiah ini ialah segenap hasil pemahaman manusia yang berupa tangkapan-tangkapan terhadap hal-hal yang biasanya disebut ghaib.
Yang dinamakan pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahan manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang sudah lebih sempurna karena telah mempunyai dan memenuhi syarat-syarat tertentu dengan cara berpikir yang khas, yaitu metodologi ilmiah. Pengetahuan ragam ini pada umumnya disebut ilmu pengetahuan.
E. Asal Usul Pengetahuan
Asal usul pengetahuan termasuk hal yang sangat penting dalam epistemonologi. Untuk mendapatkan dari mana pengetahuan itu muncul (berasal) bisa dilihat darialiran-aliran dalam pengetahuan, dan bisa dengan cara metode ilmiah, serta dari sarana berpikir ilmiah.
1. Aliran-Aliran dalam Pengetahuan
Dari mana pengetahuan itu berasal dan apa yang diyakini sebagai kebenaran bisa dilihat dari aliran dalam pengetahuan. Dari aliran ini tampak jelas perbedaannya bagaimana pengetahuan itu berasal. Aliran itu, yakni sebagai berikut :
a. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal). Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat yang dipakai oleh semua pengetahuan ilmiah.
b. Empirisme
Aliran ini berpendapat, bahwa empiris atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah. Akal bukan jadi sumber pengetahuan, tetapi akal mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman.
c. Kritisisme
Penyelesaian pertentangan antara rasionalisme dan empirisme hendak diselesaikan oleh Immanuel Kant dengan kritisismenya. Menurut I Kant , peranan budi sangat besar sekali. Hal ini tampak dalam pengetahuan apriorinya, baik yang analitis maupun yang sintetis.
d. Positivisme
Positivisme berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual , dan yang positif. Segala uraian dan persoalan yang diluar apa yang ada sebagai fakta atau kenyataan dikesampingkan. Oleh karena itu, metafisika ditolak. Apa yang kita ketahui secara positif adalah segala yang tampak, segala gejala. Arti segala ilmu pengetahuan adalah mengetahui untuk dapat melihat kemasa depan.
2. Metode Ilmiah
Metode merupakan hal yang mengkaji urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah. Pada dasarnya di dalam ilmu pengetahuandalam bidang dan disiplin apapun, baik ilmu-ilmu humaniora, sosial maupun ilmu-ilmu alam masing-masing menggunakan metode yang sama. Jika ada perbedaan, hal itu tergantung pada jenis, sifat, dan bentuk objek material dan objek formal yang tercakup di dalamnya pendekatan (approach), sudut pandang (point of view), tujuan, dan ruang lingkup (scope) masing-masing disiplin itu.
Jadi, metode bisa dirumuskan suatu proses atau prosedur yang sistematik
berdasarkan prinsip dan teknik ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin ( bidang studi ) untuk mencapai suatu tujuan.Adapun metodologi adalah pengkajian mengenai model atau bentukmetode, aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dan metodologi , maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus.
a. Metode Ilmiah yang Bersifat Umum
Metode ilmiah yang bersifat umum masih dapat dibagi dua, yaitu metode analitiko-sintesis dan metode non-deduksi. Metode analitiko-sintesis merupakan gabungan dari metode analiisis dan metode sintesis. Metode non-deduksi merupakan gabungan dari metode deduksi dan metode deduksi dan metode induktif.
b. Metode Penyelidikan Ilmiah
Metode penyelidikan ilmiah dapat dibagi dua, yaitu metode penyelidikan yang berbentuk daur atau metode siklus empiris dan metode vertikal atau yang berbentuk garis lempang , atau metode linier.
Metode siklus-empiris ialah suatu cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu yang biasanya bersifat empiris –kealaman dan yang penerapannya terjadi ditempat yang tertutup, seperti di dalam labotarium dan sebagainya.
Metode vertikal atau berbentuk garis tegak lurus atau metode linier atau berbentuk garis lempang digunakan dalam penyelidikan yang pada umumnya mempunyai objek materialnya berupa hal-hal yang pada dasarnya bersifat kejiwaan, yaitu yang lazimnya berupa atau terjelma dalam tingkah laku manusia berbagai bidang kehidupan , seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. (Soejono Soemargono, 1983: 16-18)
Penerapan metode semacam ini apabiola dikatakan mengambilk bentuk garis tegak lurus bearti suatu proses yang bertahap-tahap, dan apabila dikatakan mengambil bentuk garis lempang bearti proses yang bersifat setapak demi setapak.
3. Sarana Berpikir Ilmiah
Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya ada tiga, yakni a. Bahasa ilmiah, b. Logika dan matematika, serta c. Logika dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sehinnga mudah diikuti dan dilacak kembali kebenarannya. Adapun logika dan statiska mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum.
BAB III
KESIMPULAN
Berdassarkan uraian pembahasan tentang keterkaitan dan pengembangan antara filsafat ilmu dengan filsafat pengetahuan dijabarkan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Pengertian epistemologi adalah cara mendapatkan pengetahuan yang benar.
b. Arti pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya itu.
c. Terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi, sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang akan berwarna pandangan atau paham filsafat.
d. Jenis-jenis pengetahuan dibagi atas pengetahuan nonilmiah dan
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna dalam memahami alam sekitarnya terjadi proses yang bertingkat dari pengetahuan (sebagai hasil mencari tahu manusia), ilmu dan filsafat. Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekadar menjawab pertanyaan "what", misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya. Sedangkan ilmu (science) bukan sekedar menjawab "what" melainkan akan menjawab pertanyaan "why" dan "how", misalnya mengapa air mendidih bila dipanaskan, mengapa bumi berputar, mengapa manusia bernapas, dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Tetapi ilmu dapat menjawab mengapa dan bagaimana sesuatu tersebut terjadi. Apabila pengetahuan itu mempunyai sasaran tertentu, mempunyai metode atau pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang dapat disusun secara sistematis dan diakui secara universal maka terbentuklah disiplin ilmu.
Dengan perkataan lain, pengetahuan itu dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Mempunyai objek kajian
b. Mempunyai metode pendekatan
c. Bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum) (Soekidjo Notoatmojo, 2002 :3)
Sedangkan filsafat adalah suatu ilmu yang kajiannya tidak hanya terbatas pada fakta-fakta saja melainkan sampai jauh diluar fakta sampai batas kemampuan logika manusia. Ilmu mengkaji kebenaran dengan bukti logika atau jalan pikiran manusia. Dengan perkataan lain, batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia. Ilmu menjawab pertanyaan "why" dan "how" sedangkan filsafat menjawab pertanyaan "why, why, dan why" dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia.
Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu terdapat taraf peralihan. Dalam taraf peralihan ini maka bidang pengkajian filsafat menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Di sini orang tidak lagi mempermasalahkan moral secara keseluruhan melainkan mengaitkannya dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kemudian berkembang menjadi ilmu ekonomi.pengetahuan ilmiah.
e. Asal usul pengetahuan termasuk hal yang sangat penting dalam epistemologi. Untuk mendapatkan darimana pengetahuan itu muncul (berasal) bisa dilihat dari aliran-aliran dalam pengetahuan, dan bisa dengan cara metode ilmiah, serta dari sarana berpikir ilmiah.
Namun demikian dengan taraf ini secara konseptual ilmu masih mendasarkan diri pada norma-norma filsafat. Misalnya ekonomi masih merupakan penerapan etika (appliet ethics) dalam kegiatan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Metode yang dipakai adalah normatif dan deduktif (berpikir dari hal-hal yang umum kepada yang bersifat khusus) berdasarkan asas-asas moral yang filsafati.
Pada tahap selanjutnya ilmu menyatakan dirinya otonom dari konsep-konsep filsafat dan bertumpu sepenuhnya pada hakikat alam sebagaimana adanya. Pada tahap peralihan, ilmu masih mendasari diri pada norma yang seharusnya sedangkan dalam tahap terakhir ilmu didasarkan atas penemuan-penemuan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrahim, Muhammad Imaduddin (1988), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan Pembina Sari Insani (Yaasin)
Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.
Branner, Julia. (2002), Memadu Met ode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Samarinda: Pustaka Pelajar.
Capra, Fritjop, (1998), Titik Balik Peradaban: Sains Masyarakat dan Kebangkitan .Kebudayaan, Terjemahan M. Thoyibi, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Endang Saefuddin Anshari, (1982), Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu.
Filsafat_Ilmu,
Gazalba, Sidi (1973), Sistematika Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang.
Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan Pemikiran Filosofi, (Terjemahan Achmad Bimadja, Ph.D), Bandung: ITB Bandung.
Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.
Jammer, Max (1999), Einsten and Religion: Physics and Theology, New Jersey: Princeton University, Press.
Kuhn, Thomas S, (2000), The Structure of Scientific Revolution: Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, Terjemahan Tjun Surjaman, Bandung: Rosda).
Mantiq,
Muhadjir, Noeng (1996), Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Iii, Yogyakarta. Rake Sarasin.
--------------------, (1998), Filsafat Ilmu: Telaah Sistematis, Fungsional Komparatif, Yogyakarta: Rake Sarasin.
Mudyahardjo, Redja (2001), Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar, Bandung: Rosda.
Nazir, Moh. (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia
Sanusi,.(Achmad 1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung: PPS-IKIP Bandung.
_____________, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : Majelis Pendidikan Tinggi Muhammadiyah.
Semiawan, Conny R. dkk. (1988), Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu, Bandung: Remadja karya.
Sudarto, (1997), Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tibawi, AL, (1972), Islamic Education, London: Luzak & Company Ltd.
Suriasumantri, Jujun S. (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.
Titus, Harold. H, (1959), Living Issues in Philosophy: An Introductory Book of Readings, New York: The Mac Millan Company.
Zuhairini, dkk. (1995), Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
FILSAFAT PENGETAHUAN
( EPISTEMOLOGI )
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat Ilmu
Dosen : Dr. IBRAHIM, LLM
Oleh
SITI SUHARTI
NPM : 2322100028
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM PASCASERJANA
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2010/2011
FILSAFAT PENGETAHUAN
( EPISTEMOLOGI )
A. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Istilah Epistemology dipakai pertama kali oleh J.F. Feriere yang maksudnya untuk membedakan antara dua cabang filsafat, yaitu epistomologi dan antologi (meta fisika umum). Kalau dalam meta fisika pertanyaan pokoknya adalah apakah hal yang ada itu ? Maka pertanyaan dasar dalam epistomologi adalah apakah yang dapat saya ketahui ?
Epistomologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos . Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistomologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar menjadi Theory of knoeledge.
Istilah – istilah lain yang setara maksudnya dengan ‘epistemologi’ dalam pelbagai keputusan filsapat kadang-kadang disebut juga logika material, criteriology, kritika.
1. Logika Material
Istilah logika material sudah mengandaikan adaya ilmu pengetahuan lain yang di sebut logika formal. Sesungguhnya istilah logika material ini secara khusus hanya terdapat padakepustakaan kefilsafatan belanda.
Apabila logika pormal bersangkutan dengan bentuk-bentuk pemikiran, maka logika material bersangkutan dengan isi pemikiran. Dengan perkataan laim, apabila logika formal yang biasanya disebut istilah’ligika’ begitu saja, berusaha untuk menyelidiki dan menetapkan bentuk pemikiran ditinjau dari segi isinya.
Maka daptlah dikatakan bahwa logika formal bersangkutkan dengan masalah kebenaran formal yang acapkali juga dinamakan keabsahan (jalan) pemikiran. Adapun logika material bersangkutan dengan kebenaran material, yang kadang – kadang juga disebut kebenaran autentik atau otentisitas isi pemikiran.
2. Kriteriologia
Isitilah kriteriologia berasal dari kata kriterium yang berarti ukuran dalam hal ini yang dimaksud adalah ukuran untuk menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan tertentu. Dengan demikian kriteriologia merupakan suatu cabang filsafat yang berusaha untuk menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan berdasarkan ukuran tentag kebenaran.
3. Kritika Pengetahuan
Istilah kritika pengetahuan sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan istilah kriteriologia. Kritika disini adalah sejenis usaha manusia untuk menetapkan, apakah suatu pikiran atau pengetahuan manusia itu sudah benar atau tidak benar dengan jalan meninjaunya secara sedalam-dalamnya.
Jadi secara singkat dapatlah dikatakan kritika pengetahuan menunjuk kepada suatu ilmu pengetahuan yang berdasarkan tinjauan secara mendalam berusaha menentukan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan manusia.
4. Gnoseologia
Istilah gnoseologia berasal dari kata gnosis dan logos. Dalam hal ini gnosis berarti pengetahuan yang bersifat kelihaian, sedangkan logos berarti ilmu pengetahuan. Secara demikian gnoseologia berarti ilmu pengetahuan atau cabang filsafat yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pengetahuan, khususnya mengenai pengetahuan yang bersifat kelihaian.
5. Filsafat Pengetahan
Secara singkat dapat dikatakan filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita bericara mengenai filsafat pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.
Mengenai batasan epistemologi, seperti istilah-istilah dalam filsafat, istilah ini pun tidak sedikit yang memberikan batasan dan setiap batasan hampir mempunyai corak yang sedikit berlainan.
J.A Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari soal tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu pengetahuan. Jacques Veuger mengemukakan, epistemologi ialah pengetahuan tentang pengetahuan dan pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan kita sendiri bukanya pengetahuan orang lain tentang pengetahuan kita, atau pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan orang lain. Pendek kata epistemologi ialah pengetahuan kita yang mengetahui pengetahuan kita. Abbas Hamami Mintarejo memberikan pendapat bahwa epistemologi adalah bagian filsafat atau cabang filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian atau pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi itu.
Apabila kita perhatikan definisi di atas tampak bahwa semuanya semuanya hampir senada. Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan keahlian pengetahuan. Jadi, objek material epistemologi adalah pengetahuan, sedangkan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu. Oleh karena itu, sistematika penulisan epistemologi adalah arti pengetahuan terjadinya pengetahuan, jenis-jenis pengetahuan, dan asal-usul pengetahuan.
B. ARTI PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenal hal yang ingin diketahuinya itu. Oleh karena itu, pengetahuan selalu menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya. Jadi bisa dikatakan pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Semua pengetahuan hanya dikenal dan ada di dalam pikiran manusia, tanpa pikiran pengetahuan tidak akan eksis. Oleh karena itu, keterkaitan antara pengetahuan dengan pikiran merupakan sesuatu yang kodrati. Bahm (dalam Rizal Mustansyir dkk.,2001) menyebutkan ada delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia, yaitu sebagai berikut.
a. Mengamati (observes); pikiran berperan dalam mengamati objek-objek. Dalam melaksanakan pengamatan terhadap objek itu maka pikiran haruslah mengandung kesadaran. Oleh karena itu, di sini pikiran merupakan suatu bentuk kesadaran. Kesadaran adalah suatu karakteristik atau fungsi pikiran kesadaran jiwa ini melibatkan dua unsure penting, yakni kesadaran untuk mengetahui sesuatu dan penampakan suatu objek ini merupakan unsur yang hakiki dalam pengetahuan intuisi. Intuisi senantiasa hadir dalam kesadaran. Sebuah pikiran mengamati apa saja yang menampak. Pengamatan acap kali timbul dari rasa ketertarikan pada objek. Dengan demikian pengamatan ini melibatkan pula fungsi-fungsi pikiran yang lain.
b. Menyelidiki (inquires); ketertarikan pada objek dikondisikan oleh jenis-jenis objek yang tampil. Tenggang waktu atau durasi minat seseorang pada objek itu sangat tergantung pada “daya tariknya”. Kehadiran dan durasi suatu minat biasanya bersaing dengan minat lainnya, sehingga paling tidak seseorang memiliki banyak minat pada perhatian perhatian yang terarah. Minat-minat ini ada dalam banyak acara. Ada yang dikaitkan dengan kepentingan jasmaniah, permintaan lingkungan, tuntutan masyarakat, tujuan-tujuan pribadi, konsepsi diri, rasa tanggung jawab, rasa kebebasan bertindak, dan lain-lain minat terhadap objek cenderung melibatkan komitmen, kadangkala komitmen ini hanya merupakan kelanjutan atau menyertai pengamatan terhadap objek. Minatlah yang membimbing seseorang secara ilmiah untuk terlibat ke dalam pemahaman pada objek-objek.
c. Percaya (believes); manakala suatu objek muncul dalam kesadaran, biasanya dilawankan dengan keraguan. Sikap menerima sesuatu yang menampak sebagai pegertian yang memadai setelah keraguan, dinamakan kepercayaan.
d. Hasrat (desires); kodrat hasrat ini mencakup kondisi biologis serta psikologis dan interaksi dialektik antara tubuh dan jiwa. Karena pikiran dibutuhkan untuk aktualisasi hasrat, kita dapat mengatakannya sebagai hasrat pikiran. Tanpa pikiran tidak mungkin ada hasrat. Beberapa hasrat muncul dari kebutuhan jasmaniah seperti nafsu makan, minum, istirahat, tidur, dan lain-lain. Beberapa hasrat juga bisa timbul dari pengertian yang lebih tinggi seperti hasrat diri, keinginan pada objek-objek, pada orang lain, kesenangan pada binatang, tumbuh-tumbuhan, dan proses interaktif. Beberapa hasrat juga bisa timbul dari ketertarikan pada tindakan, pengaruh, pengendalian, dan ketertarikan pada kesenangan dan dalam melupakan penderitaan, ketertarikan pada kehormatan, penghargaan, reputasi, dan rasa keamanan.
e. Maksud (intends); kendatipun memiliki ketika akan mengobservasi, menyelidiki, mempercayai dan berhasrat, namun sekaligus perasaannya tidak berbeda atau bahkan terdorong ketika melakukannya.
f. Mengatur (organizes); setiap pikiran adalah suatu organisme yang teratur dalam diri seseorang. Pikiran mengatur:
(1) Melalui kesadaran yang sudah menjadi. Kesadaran adalah suatu kondisi dan fungsi mengetahui secara bersama;
(2) Melalui intuisi yakni kesadaran penampakan dalam setiap kehadiran;
(3) Manakala ia mengatasi setiap kehadiran melalui gap ketidaktahuan dalam penampakan untuk menghasilkan kesadaran lebih lanjut seperti rasa bangun tidur;
(4) Melalui panggilan untuk memunculkan objek, dan berperan serta dalam pembentukan objek-objek ini dari sesuatu yang mendorong untuk diatur melalui otak;
(5) Melalui pengingatan dan mendukung penampakan pada objek-objek yang hadir; minat, minat, dan proses;
(6) melaui pengantisipasian, peramalan, dan menjadikan kesadaran terhadap objek-objek yang diramalkan;
(7) melalui proses generalisasi, yaitu dengan mencatat kesamaan di antara berbagai objek dan menyatakan dengan tegas tentang kesamaan itu.
g. Menyesuaikan (adapts); menyesuaikan pikiran sekaligus melakukan pembatasan-pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan yang tercakup dalam otak dan tubuh di dalam fisik, biologis, lingkungan sosial dan kultural dan keuntungan yang terlihat pada tindakan, hasrat, dan kepuasan.
h. Menikmati (enjoys); pikiran-pikiran mendatangkan keasyikan. Orang yang asyik dalam menekuni suatu persoalan, ia akan menikmati itu dalam pikirannya.
C. TERJADINYA PENGETAHUAN
Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi, sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang akan berwarna pandangan atau paham filsafatnya.jawaban yang paling sederhana tentang terjadinya pengetahuan ini apakah berfilsafat apriori atau a posteriori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman batin.
Adapun pengetahuan a posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif. (Abbas Hamami M., 1982, hlm. 11)
Sebagi alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis megemukakan ada enam hal, yaitu sebagai berikut :
1. Pengalaman indra (sense experience)
2. Nalar (reason)
3. Otoritas (authority)
4. Intuisi (Intuition)
5. Wahyu (revelation)
6. Keyakinan (faith). (Abbas Hamami., 1982, hlm. 16)
Beriut ini penjelasan dari enam hal tersebut.
1. Pengalaman Indra (Sense Experience)
Orang seraing merasa pengindraan merupakan alat yang paling vital dalam memperoleh pengetahuan. Memang dalam hidup manusia tampaknya pengindraan adalah satu-satunya alat untuk menyerap segala sesuatu objek yang ada diluar diri manusia. Karena terlalu menekankan pada kenyataan, paham demikian dalam filsafat disebut ‘realisme’. Realisme adalah suatu paham yang berpendaapt bahwa semua yang dapat diketahui adalah hanya kenytaan. Jadi, pengetahuan berawal mula dari kenyataan yang dapat diindrai. Tokoh pemula dari pandangan ini adalah aristoteles, yang berpendapat bahwa pengetahuan terjadi bila subjek diubah dibawah pengaruh objek, artinya bentuk-bentuk dari dunia luar meninggalkan bekas-bekas dalam kehidupan batin. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi indra (sensasi). Yang demikian ini ditegaskan pula oleh Aristoteles yang berkembang pada abad pertengahan adalah Thomas Aquinas yang mengemukakan bahwa tiada sesuatu dapat masuk lewat ke dalam akal yang tidak ditangkap oleh indra.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengalaman indra merupakan sumber pengetahuan yang berupa alat-alat untuk menangkap objek dari luar diri manusia melalui kekuatan indra. Kekhilafan akan terjadi apabila ada ketidak normalan di antara alat-alat itu.
2. Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapat pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah tentang asas-asas pemikiran berikut.
Principium identitas, adalah sesuatu itu mesti sama dengan dirinya sendiri (A=A). Asas ini biasa juga disebut asas kesamaan.
Principium Contradictionis, maksunya bila terdapat dua pendapat yang bertentangan, tidak mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan atau dengan kata lain pada subjek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa disebut sebagai asas pertentangan.
Principium Tertii Exclusi, yaitu pada dua pendapat yang berlawanan tidak meungkin keduanya benar dan tidak mungkin kedua salah. Kebenaran hanya terdapat satu di antara kedua itu, tidak perlu ada pendapat yang ketiga. Asa ini biasa disebut sebagai asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
3. Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan , karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibawaan tertentu.
Jadi sebagai kesimpulan bahwa pengetahuan yang terjadi karena adanya otoritas adalah pengetahuan yang terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.
4. Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berpua proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangasangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan yang berupa pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. Dengan demikian sesungguhnya peran intuisi sebagai sumber pengetahuan karena intuisi merupakan suatu kemampuan yang ada dalam diri manusia yang mampu melahirkan pernyataan-pernyataan yang berupa pengetahuan.
5. Wahyu (Revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh tuhan kepada nabi-nya untuk kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.
6. Keyakinan (faith)
Keyakinan adalah satu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan yang berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas, karena keduanya menetapkan bahwa alat lain yang dipergunakannya adalah kepercayaan. Perbedaannya barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatik diikutinya adalah peraturan yang berupa agama. Adapun keyakinan melulu kemampuan kejiwaan manusia yang merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat dinamis mampu menyesuaikan dengan keadaan yang sedang terjadi. Adapun keyakinan itu sangat menyesuaikan dengan keadaan yang sedang terjadi. Adapun keyakinan itu sangat statis, kecuali ada bukti-bukti baru yang akurat dan cocok untuk kepercayaannya.
D. JENIS-JENIS PENGETAHUAN
Pengetahuan itu menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi atas :
1. Pengetahuan non ilmiah
2. Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan non ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah. Dalam hal ini termasuk juga pengetahuan yang meskipun dalam babak terakhir direncanakan untuk diolah lebih lanjut menjadi pengetahuan ilmiah, yang biasanya disebut pengetahuan pra ilmiah.
Secara umum yang dimaksud dengan pengethuan nonilmiah ialah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang sesuatu atau objek tetentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang cocok adalah hasil penglihatan dengan mata, hasil pendengaran telinga, hasil pembauan hidung,
hasil pengecapan lidah, dan hasil perabaan kulit. Disamping itu, sering kali di dalamnya juga termasuk hasil-hasil pemahaman yang merupakan campuran dari hasil penyerapan secara indrawai dengan hasil pemikiran secara akali. Juga yang termasuk dalam kategori pengetahuan nonilmiah ini ialah segenap hasil pemahaman manusia yang berupa tangkapan-tangkapan terhadap hal-hal yang biasanya disebut gaib. Yang demikian ini biasanya diperoleh dengan menggunakan intuisi, disebut juga “pengetahuan intuitif”. Pengetahuan yang demikian ini karena diperoleh dengan menggunakan adi – indra atau adi – akal, dapat juga disebut dengan istilah ‘pengetahuan adi-indrawi’ atau ‘pengetahuan adi-akali’.
Yang dinamakan pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang sudah lebih sempurna karena telah mempunyai dan memenuhi syarat-syarat tertentu dengan cara berpikir yang khas, yaitu metodologi ilmiah, pengetahuan raga mini pada umumnya disebut ilmu pengetahuan.
Jenis-jensi pengetahuan juga dapat dilihat pada pendapat Plato dan Aristoteles. Palto membagi pengetahuan menurut tingkatan-tingakatan pengetahuan sesuai dengan karakteristik objeknya, pembagiannya adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan Eikasia (Khayalan)
Tingkatan yang paling rendah disebut pengetahuan Eikasia, ialah pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran. Pengetahuan ini isinya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan manusia yang berpengetahuan. Pengetahuan dalam tingkatan ini misalnya seseorang yang mengkhyala bahwa dirinya pada saat tertentu mempuyai rumah yang mewah, besar dan indah, serta dilengkapi kendaraan dan lain-lain sehingga khayalannya ini terbawa mimpi. Di dalam mimpinya, ia betul-betul merasa mempunyai dan menempati rumah itu. Apabila seseorang dalam keadaan sadar dan menganggap bahwa khayal dan mimpinya betul-betul berupa fakta yang ada. Dalam dunia kenyataan.
2. pengetahun Pistis (Sbustansial)
Satu tingkat di atas eikasia adalah tingkatan pistis atau pengetahuan substansial. Pengetahuan ini adalah pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal-hal yang dapat diindrai secara langsung. Objek pengetahuan pistis biasa disebut zooya karena isi pengetahuan semacam ini mendekatai suatu keyakinan (kepastian yang bersifat sangat pribadi atau kepastian subjektif) dan pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran apabila mempunya syarat-syarat yang cukup bagi suatu tindakan mengetahui; misalnya mempunyai pendengaran yang baik, penglihatan normal, serta indra yang normal.
3. Pengetahuan Dianoya (Matematik)
Pengetahuan dalam tingkatan ketiga adalah pengetahuan dianoya. Plato menerangkan tingkat pengetahuan ini ialah tingkatan yang ada di dalamnya sesuatu yang tidak hanya terletak pada fakta atau objek yang tampak, tetapi juga terletak pada bagaimana cara berpikirnya. Contoh yang dituturkan oleh Plato tentang pengetahuan ini ialah para ahli matematika atau geometri, dimana objeknya adalah matematik yakni suatu yang harus diselidiki dengan akal budi dengan diolah terus hingga sampai pada kepastian. Dengan demikian dapat dituturkan bahwa bentuk pengetauan tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak berhubungan dengan masalah matematik atau kuantitas entah luas, isi, jumlah, berat yang semata-mata merupakah kesimpulan dari hipotesis yang diolah oleh akal piker karenaya pengetahuan ini disebut juga pengetahuan pikir.
4. Pengetahuan Noesis (Filsafat)
Pengetahuan tingkat tertinggi disebut noesis, pengetahuan yagn objeknya adalah arche ialah prinsip-prinsip utama yang mencakup epistemologik dan metafisik. Prinsip utama inibiasa disebut “IDE”. Plato menerangkan tentang pengetahuan ini adalah hampir sama dengan pengetahuan pikir, tetapi tidak lagi menggunakan pertolongan gambar, diagram melainkan dengan pikiran yang utama yang isinya hal-hal yang berupa kebaikan, kebenaran, dan keadilan. Menurut Plato cara berpikir untuk mencapai tingkat tertinggi dari pengetahuan itu adalah dengan menggunakan metode dialog sehingga dapat dicapai pengetahuan yagn sungguh-sungguh sempurnya yang biasa disebut Episteme. (Abbas Hamami M., 1980, hlm. 7-8).
Aristoteles mempunyai pendapat yang berbeda. Menurut artistoteles, pengetahuan harus merupakan kenyataan yang dapat diindrai dan kenyataan adalah sesuatu yang merangsang budi kita kemudian mengolahnya. Aristoteles tidak membagi pengetahuan menurut tingkatannya, melainkan menurut jenisnya sesuai dengan fungsi dari pengetahuan itu. Pengetahuan yang umumnya merupakan kumpulan dinamakan rational knowledge yang dipisahkan dalam tiga jenis yaitu :
(1) Pengetahuan produksi (seni)
(2) Pengetahuan praktis (etika, ekonomi, politik)
(3) Pengetahuan teoretis (fisika, matematika, dan metafisika/filsafat pertama)
Sangat berbeda dengan kedua pendapat diatas Pyrrho seorang skeptis ekstrem berpendapat bahwa tidak ada barang sesuatu yang dapat diketahui dengan menghindarkan diri dari setiap pemberian tanggapan. Hal ini terjadi karena sarana untuk mengetahui yang kita miliki tidak dapat dipercaya dan segala sesuatu saling bertentangan, sedangkan semuanya berdalih benar.
Bagi seorang ilmuwan mengetahui jenis pengetahuan menjadi suatu yang mutlak agar dengan pemikirannya memungkinkan suatu masalah tidak terjadi kesalahpahaman atau dapat dikendalikan karena kadang-kadang kita sudah tidak tahu lagi dalam lapangan pengetahuan manakah kita bicara.
E. ASAL USUL PENGETAHUAN
Asal usul pengetahuan termasuk hal yang sangat penting dalam epistemologi. Untuk mendapatkan dari mana pengetahuan itu muncul (berasal) bisa dilihat dari aliran-aliran dalam pengeathuan, dan bisa dengan cara metode ilmiah, serta dari sarana berpikir ilmiah.
1. Aliran – aliran dalam Pengetahuan
Darimana pengetahuan itu berasal dan apa yang diyakini sebagai kebenaran dapat dilihat dari alirah dalam pengetahuan. Dari aliran ini tampak jelas perbedaannya bagaimana pengetahuan itu berasal. Aliran itu, yakni sebagai berikut :
a. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat di percaya aalah rasio (akal). Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akallah yang memenuhi syarat yag di tutut oleh sikap umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat yang di pakai oleh semua pengetahuan ilmiyah pengalaman hanya dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang didapatkan oleh akal. Akal dapat menurunkan kebenaran daripada dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas pertama yang pasti. Metode yang diterapkan adlah dedukatif. Teladan yang dikemukankan adalah ilu pasti. Filsufnya antaralain Rene Descartes, B. Spinoza, dan Leibniz.
Rene Descartes membedakan ide yang ada dalam diri manusia, yaitu (1) innate ideas adalah ide bawaan manusia sejak lahir, (2) adventitious ideas adalah ide-ide yang berasal dari luar manusia, dan (3) factitious ides adalah ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran itu sendiri. (Ali Mudhofir, 1996, hlm. 24 )
b. Empirisme
Aliran ini berpendapat, bahwa empiris atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah. Akal bukan jadi sumber pengetahuan, tetapi akal mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang diterapkan adalah indukasi. Filsufempirisme antara lain John Locke, David Hume, William James. David Hume termasuk dalam emperisme redikal menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada sensasi-sensasi (rangsang indra ). Pengelamanmerupakan ukuran terakhir dari keyataan. William James menyatakan bahwa pernytataan terntang fakta adalah hubungan di atara benda, sama banyaknya degan pengalaman khusus yang di peroleh secara langsung dengan indra.
c. Kritisisme
Penyelesaian pertentangan antara rasionalisme dan empirisme hendak diselesaikan oleh Immanuel Kant dengan kritisismenya. Menurut I kant, peranan budi sangat besar sekali. Hal ini tampak dalam pengetahuan apriorinya, baik yang analitis maupun yang sintetis. Disamping itu, peranan pengalaman (emprise) tampak jelas dalam pengetahuan aposteriorinya.
Dalam kritik atas Rasio Murni, I. Kant membedakan tiga macam pengetahuan ,sebagai berikut :
(1) Pengetahuan analitis: disini predikat sudah termuat dalam subjek, prediksi diketahui melalui suatu analsisi subjek. Misalnya, lingkaran itu bulat
(2) Pengetahuan sintetis aposteriori:disini predikat dihubungkan dengan subyek berdasarkan pengalaman indrawi. Misalnya, kalimat “hari ini sudah hujan”, merupakan suatu hasil observasi indrawi “sesudah” observasi saya, saya bisa mengatatakan bahwa S adalah P.
(3) Pengetahuan sintetis apriori:akal budi dan pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu pasti, ilmu pesawat, ilmu alam bersifat sintetis apriori. Kalau saya tahu bahwa 10 + 5 = 15 memang terjadi sesuatu yang sangat istimewa (Abbas Hamami, 1982)
d. Positivisme
Positivisme berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual, dan yang positif. Segala uraian dan persoalan yang diluar apa yang ada sebagai fakta atau kenyataan dikesampingkan. Oleh karena itu, metafisika ditolak. Apa yang kita ketahui secara positif adalah segala yang tampak, segala gejala. Arti segala ilmu pengetahuan adalah mengetahui untuk dapat melihat ke masa depan. Jadi kita hanya dapat menyatakan atau mengkonstatir fakta-faktanya, dan menyelediki hubungan satu dengan yang lain. Maka tiada gunanya untuk menanyakan kepada hakikatnya atau kepada penyebab yang sebenarnya dari gejala-gejala itu. Yang harus diusahakan orang adalah menentukan syarat-syarat di mana fakta-fakta tertentu tampil dan menghubungkan fakta-fakta itu menurut persamaannya dan urutannya.
Tokoh Positivisme adalah August Comte. Menurut August Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam 3 tahap atau 3 zaman, yaitu zaman teologis, zaman metafisis, dan zaman ilmiah atau zaman positif. Perkembangan yang demikian itu berlaku, baik bagi perkembangan pemikiran peorangan maupun bagi perkembangan pemikiran seluruh umat manusia.
(1) pada zaman atau tahap teologis orang mengarahkan rohnya kepada hakikat ‘batiniah’ segala sesuatu, peadak ‘sebab pertama’ dan ‘tujuan terakhir’ segala sesuatu. Jadi, orang masih percaya kepada kemungkinan adanya pengetahuan atau pengenalan yang mutlak. Oleh karena itu orang berusaha memilikinya. Orang yakin, bahwa di belakang tiap kejadian tersirat suatu pernyataan kehendak yang secara khusus. Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap, yaitu a. tahap yang paling bersahaja atau primitive, ketika orang menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme), b. tahap ketika orang menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme); b. tahap ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu masing-masing diturunkannya dari suatu kekuatan adikodrati, yang melatarbelakanginya, sedemikian rupa sehingga tiap kawasan gejala memiliki dewa-dewanya sendiri (politeisme); c, tahap yang tertinggi, ketika orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi, yaitu dalam monoteisme.
(2) Zaman yang kedua, yaitu zaman metafisika, sebenarnya hanya mewujudkan suatu perubahan saja dari zaman teologis. Sebab kekuatan yang adikodrati atau dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan yang abstrak, dengan pengertian atau dengan pengada yang lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut alam dan yagn dipandang sebagai asal segala penampakan atau gejala yang khusus.
(3) Zaman positif adalah zaman ketika orang tahu, bahwa tiada gunaya untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis maupun pengenalan metafisis. Ia tidak lagi mau melacak asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu yang berada dibelakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hokum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau yang disajikan kepadanya, yaitu dengan pengamatan dan dengan memakai akalnya. (Harun Hadiwijono, 1990, hlm. 109-111)
2. Meotde ilmiah
Metodologi merupakan hal yang mengkaji urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi cirri-ciri ilmiah. Pada dasarnya di dalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin apapun, baik ilmu-ilmu humaniora, social maupun ilmu-ilmu alam masing-masing menggunakan metode yang sama. Jika ada perbedaan, hal itu tergantung pada jenis, sifat, dan bentuk objek material dan objek formal yang tercakup di dalamnya pendekatan (approach), sudut pandang (point of view), tujuan, dan ruang lingkup (scope) masing-masing disiplin itu.
Kata metode berasal dari kata yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara arah) kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. (Anton Bakker, 1984, hlm. 10)
Jadi, metode bisa dirumuskan suatu proses atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip dan teknik ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang studi) untuk mencapai suatu tujuan. Adapun metodologi adalah pengkajian mengenai model atau bentuk metode, aturan yang harus dipakai dalam ekgiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dan metodologi, maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus. (suparlan, Suhartono, 2005, hlm. 945-95).
Dengan kata lain dapat dipahami bahwa metodologi bersangkutan dengan jenis, sifat dan bentuk umum mengenai cara ,aturan dan patokan prosedur jalnanya penyelidikan, yang menggambarkan bagaimana ilmu pengetahuan harus bekerja. Adapun metode adalah cara kerja dan langkah-langkah khusus penyelidikan secara sistematik menurut metodologi itu, agar tercapai suatu tujuan, yaitu kebenaran ilmiah.
Peter R. Senn dalam membedakan metode dengan metodologi (dalam Jujun S. Suriasumantri, 1987) berpendapat bahwa metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistemati. Adapun metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.
Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada dua macam, yaitu sebagai berikut :
a. Meotde ilmiah yang bersifat umum
Metode ilmiah yang bersifat umum masih dapat dibagi dua, yaitu metode anlitiko-sintesis dan metode non-deduksi. Metode analitiko-sintesis merupakan gabungan dari metode analisis dan metode sintesis. Metode non-deduksi merupakan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi.
Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita memperoleh pengetahuan analitik. Pengetahuan analitik itu ada dua macam , yaitu pengetahuan analitik. Pengetahuan analitik itu ada dua macam, yaitu pengetahuan analitik apriori dan pengetahuan analitik aposteriori.
Metode analisis ialah cara penanganan terhadap barang sesuatu atau sesuatu objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Pengetahuan analitik apriori misalnya, definisi segitiga yang mengatakan bahwa segitiga yang mengatakan bahwa segitiga merupakan suatu bidang yang dibatasi oleh tiga garis lurus yagnsaling beririsan yang membentuk sudut-sudut yang berjumlah 180 derajat.
Pengetahuan analitik aposteriori berarti kita dengan menerapkan metode analisis terhdap sesuatu bahan yang terdapat di alam empiris atau dalam pengalaman sehari-hari memperoleh sesuatu pengetahuan tertentu. Misalnya, setelah kita mengamati sejumlah kursi yang ada, kemudian kita berusaha untuk menentukan apakah yang dinamakan kursi itu ? Definisinya misalnya, kursi adalah perabot kantor atau rumah tangga yang khusus disediakan untuk tempat duduk. Pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode sintesis dapat berupa pengetahuan sintesis a priori dan pengetahuan sintesis a posteriori.
Metode sintesis ialah cara penanganan suatu objek tertentu dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainyasehingga menghasilkan suatu pengetahuan yang baru. Pengetahuan sintesis apriori misalnya, pengetahuan bahwa satu di tambah empat sadengan lima. Aposteriori menunjukan kepada hal-hal yang adanya berdasarkan atau terdapat melalui pengalaman atau dapat dibuktikan dengan melakukan dengan sesuatu tangkapan indrawi. Pengetahuan sintesis aposteriori itu merupakan pengetahuan yang di peroleh dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan yang lain yang menyangkut hal-hal yang terdapat dalam alam tangkapan indrawi atau yang adanya pengalaman empiris.
Metode dedukasi ialah cara penangan terhadap sesuatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat khusus berdasarkan atas ketentuan hal-hal yangbersifat umum.
Metode indukasi ialah cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan yang bersipat umum atau yang bersifat lebih umum berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal yang bersifat khusus. (Soejono Soemargono, 1983, hlm. 13-16)
b. Metode Penyelidikan Ilmiah
Metode penyelidikan ilmiah dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode penyelidikan yang membentuk daur atau metode siklus empiris dan metode vertikal atau yang berbentuk garis lempang atau metode linier.
Metode siklus-empiris ialah suatu cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu yang biasanya bersipat empiris kealaman dan yang penerapannyaterjadi di tempat yang tertutup, seperti didalam laboraturium dan sebagainya. Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa penerapan metode siklus-empiris itu berupa, pertma pengamatan sejumlahhal atau kasus yang sejenis, kemudian berdasarkan atas pengamatana itu kita menarik kesimpulan yang bersifat sementara berupa ‘hipotesis-hipotesis’ dan dalam babak terahir, kita menguji atau mengadakan pengujian terhadap hipotesis-hipotesis itu dalam berbagai ekperimen.
Apabila kita sudah berulang-ulang mengadakan eksperimen dan hasilnya juga sama, artinya menunjukan bahwa hipotesis tersebut telah dikukuhkan kebenarannya. Apabila sipat halnya atau objeknya begitu pentinganya, maka orang melakukan berbagai kajian lebih lanjut. Apabila ternyata hipitesis yang bersangkutan dapat bertahan, maka dapatlah hipotesis yang bersangkutan di tingkatkan martabatnya menjadi ‘teori-teori’.
Apabil ternyata hanya atau objeknya dipandang sangat menentukan bagi kehidupan manusia, maka dengan melakukan berbagai kajian berikutnya dapatlah teori-teori yang bersangkutan (bila dapat bertahan) ditingkatkan menjadi ‘hukum-hukum alam’ dalam hal ii berate isi kebenaran dari teori-teori tersebut telah diperiksa sekali lagi atau telah di teliti secara mendalam mengenai isi kebenaran dari teori-teori tersebut, telah diperiksa sekali lagi atau telah di teliti secara mendalam mengenai isi kebenarannya (verifikasi terhadap teori-teori).
Dengan demikian manakala kita menerapkan metode penyelidikan ilmiah yang membentuk daur / metode siklus-empiris, maka pengetahuan yang dapat di hasilakan akan berupa : 1. hipotensis, 2. teori, dan 3. hokum-hukum alam. ( Soejono Soemarbono, 1983 ).
Metode vetikal atau berbentuk garis tegak lurus atau metode linier atau berbentuk lempang di gunakan penyelidikan yang pada umumnya mempunyai objek meterilnya berupa hal-hal yang pada dasarnya bersifat kejiwaan yaitu yang lajimnya berupa atu terjeme dalam tingkah laku manusia dalam berbahgai bidang kehidupan, seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Soejono Margono, 1983, hlm 16-18).
Penerapan metode semacam ini dapat pula dikatan mengambil bentuk garis tegak lurus berarti suatu proses yang tertata, dan apabila dikatakan mengambil bentuk garis lempang berarti proses yang bersipat setapak-demisetapak.
Penerapan metode semacam ini diawali dengam pengumpulan bahan-bahan penyelidikan secukupnya, bahan – bahan yang masuk tadi di kelompokan menurut pola atau suatu bagan dalam babak terakhir kita menarik kesimpulan yang umumnya berdasarka atas pengelompokan bahan itu dan apabila dipandang perlu kita pun dapat pula mengadakan peramalan atu prediksi yangmenyangkut objek peledikan yang bersangkutan. Penyelidikan semacam ini bisanya dilakukan di alam bebas atau dilama terbuka, yaitu kelompok manusia tertentu.
3. Sarana Berpikir Ilmiah
Saran berpikir ilmiah pada dasarnya ada 3, yakni. Bahasa Ilmiah, Bahasa Logika dan ,matematika, serta c. logika dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk penyampaian jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Logikadan Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir dedukatif sehingga mudah dikitu dan di lacak kebenarannya adapun stastistika mempunayi peranan penting dalam peranan penting dalam indukatif untuk konsep-konsep yang berlaku umum.
a. Bahasa Ilmiah
Bahasa memegang peranan penting dan satu hal yang wajib dalam kehidupan manusia. Bahsa mempunyai pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainya. Hal ini sebada dengan apa yang diutarakan oleh Erenest Cassirer, bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuan bepikirnya, melaikan terletak pada kemampuan berbahasa. ( Ansal Bahtiar, 2004, hlm 175 ). Oleh karena itu, Erenest Cassirer, menyebut manusia animal simbolicum, yaitu mahluk yang memperggunakan symbol.
Bahasa merupakan pernyataan pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia. Bahasa pada dasarnya tardiri atas kata-kata atau istilah dan sintaksis. Kata atau istilah merupakan symbol dari arti sesuatu, dapat jauga berupa benda, kejadian, proses, atau hubungan, sedangkan sinteksis ialah cara untuk menyusun kata-kata atau istilah di dalam kalimat untuk menyatakan arti yang bermakana.
Kalimat secara garis besar dibedakan dua macam, yaikni kalimat bermakna dan kalimat berita. Kalimat berita ialah kalimat yang dapat dinilai benar atau salah, sedangakan kalimat bukan berita ada empat macam, yakini kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat seru, dan kalimat harapan.
Dari beberapa bentuk kalimat diatas yang disebut sebagai bahasa ilmiah ialah kalimat berita yang merupakan sesuatu pernyataan atau pendapat-pendapat.
1). Penggolongan Bahasa
Dalam penelaangahan bahsa pada umumnya dibedakan antara bahasa alami dan bahasa buatan.
a) Bahasa Alami
Bahasa alami bahsa sehari-hari yang biasa digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas dua macam, yakni bahasa isyarat dan bahasa biasa.
Bahasa Isyarat. Bahsa ini dapat berlaku umum dan dapat pula berlaku khusus. Missal yang berlaku umum : menggelangkah kepala tanda tidak setuju, mengangguk tanda setuju, hal ini tanpa ada pertujuan dapat dimengerti secara umum. Sedang yang berlaku khusus adalah untuk kelompok tertentu dengan isyarat tertentu pula
Bahasa Biasa. Yaitu bahasa yang di gunakan dalam pergaulan sehari-hari symbol sebagai pengandung arti dalam bahasa biasa di sebut kata, sedang arti yang dikandungnya disebut makna.
b) Bahasa Buatan
Bahasa bantuan ialah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan akal pikiran untuk meksud tertentu. Kata dalam bahasa buatan disebut istilah, sedanga arti yang dikandung istilah itu disebutkonsep. Bahasa buatan dibedakan atas dua macam, yakni bahasa istilah dan bahasa artificial.
Bahasa Istilah bahasa ini rumusnya diambilakan dari bahasa biasa yang diberi arti tertentu, missal : demokrasi (demos dan kratien) medan, daya, massa.
Bahasa artifisial adalah murni bahasa buatan, atau sering juga disebut dengan bahasa simbolik, bahasa berupa simbol-simbol sebagaimana digunakan dalam logika maupun matematika. Bahasa alami : antara kata dan makna merupakan satu kesatuan utuh, atas dasar kebiasaan sehari-hari, karena bahasanya; secara spontan, bersifat kebiasaan intutif (bisikan hati ), pernyataan secara langsung. Bahasa buatan : antara istilah dan konsep merupakan satu kesatuan bersifat relative, karena bahasanya; berdasarkan pemikiran, sekehendak hati, diskursif, (logis, luas arti), pernyataan tidak langsung. Dari dua bahasa itu bahasa buatanlah yang dimaksudkan bahasa ilmiah.
Dengan demikian, bahasa ilmiah dapat dirumuskan bahasa buatan yang diciptakan oleh para ahli dalam bidangnya dengan menggunakan istilah-istilah dengan lambing-lambang untuk mewakili pengertian tertentu. Bahasa ilmiah ini pada dasarnya merupakan kalimat deklaratif atau suatu pernyataan yang dapat dinilai benar atau salah, baik menggunakan bahasa biasa sebagai bahasa pengantar untuk mengomunikasikan karya ilmiah, maupun menggunakan istilah serta symbol secara abstrak.
Bahasa sehari-hari bersifat kognitif evaluatif, sedangkan bahasa ilmiah bersifat deskriptif. Kognitif evaluatif mengatakan sesuatu masih perlu dievaluasi karena hanya menyampaikan saja missal dilarang duduk didepan pintu.
Bahasa sehari-hari banyak variasi, banyak peluang, banyak nuansa, bersifat subjektif. Sedangkan bahasa ilmiah eksak, pasti, objektif. (Noor Ms Bakry, 1996, hlm. 68-71)
2) Fungsi bahasa
Para pakar telah berselisih pendapat dalam hal fungsi bahasa. Aliran filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi, sedangkan aliran sosiolinguistik, berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat.
Walaupun tampak perbedaan, namun secara umum dapat dinyatakan bahwa bahasa pada dasarnya merupakan pernyataan pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia. Sebagai pernyataan pikiran atau perasaan dan alat komunikasi manusia, bahasa mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu fungsi ekspresif atau emotif, fungsi afektif atau praktis, dan fungsi sibolik dan logic. Ketiga fungsi ini diuraikan sebagai berikut.
a. Fungsi ekspresif atau emotif tampak pada pencurahan rasa takut serta takjub yang dilakukan serta merta pada pemujaan-pemujaan, demikian juga pencurahan seni suara maupun seni sastra.
b. Fungsi afektif atau praktis tampak jelas untuk menimbulkan efek psikologis terhadap orang lain dan sebagai akibatnya mempengaruhi tindakan-tindakan mereka kea rah kegiatan atau sikap tertentu yang diinginkan.
c. Fungsi simbolik dipandang dalam artian yang luas, meliputi fungsi logic serta komunikatif, karena arti itu dinyatakan dalam symbol bukan hanya untuk menyatakan fakta saja, melainkan juga untuk menyampaikan kepada orang lain.
b. Logika dan Matematika
Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Di samping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses, dn teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan berbagai ilmu pengetahuan. Penghitungan matematis misalnya menjadi dasar desain ilmu teknik, metode matematis memberikan inspirasi kepada pemikiran di bidang social dan ekonomi bahkan pemikiran matematis dapat memberikan warna kepda kegiatan arsitektur dan seni lukis. (Amsal Bakhtiar, 2004, hlm. 193).
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam, matematika memberikan kontribusi yang cukup besar. Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam, lebih ditandai dengan penggunaan lambang bilangan untuk penghitungan dan pengukuran, disamping seperti bahasa, metode, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan objek ilmu alam, yaitu gejala-gejala alam yang dapat diamati dan dilakukan penelaahan yang berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu social yang memiliki objek penelaahan yang komplek dan sulit melakukan pengamatan, disamping objek penelaahan yang tidak berulang maka kontribusi matematika tidak mengutamakan kepada lambang-lambang bilangan.
Logika dan matematika merupakan dua mata pengetahuan yang selalu berhubungan dengan erat yang keduanya sarana berpikir dedukatif. Bahasa yang digunakan adalah bahasa artificial, yakni murni bahasa buatan. Baik logika maupun matematika lebih mementingkan bentuk logis. Pernyataan-pernyataannya mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir dedukatif banyak digunakan dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan pada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
Matematika dan logika sebagai sarana berpikir dedukatif mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Logika lebih sederhana penalarannya, sedangkan matematika sudah jauh lebih terperinci, walaupun demikian hokum-hukum matematika dapat disederhanakan dalam hokum-hukum logika, bahkan menurut Bertrand Russel logika adalah masa muda matematika sedangkan matematika adalah masa dewasa logika.
c. Logika dan Statistika
Secara etimologi kata statistic berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa inggris), yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan Negara. Pada mulanya, kata statistic (kuantitatif ) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu Negara. Namun, pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistic hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka saja.
Ditinjau dari segi terminologi, statistic mengandung berbagai pengertian (dalam amsal Bakhtiar, 2004), yaitu sebagai berikut ;
1. istilah statistic kadang diberi pengertian sebagai data statistic, kumpulan bahan keterangan berupa angka atau bilangan
2. sebagai kegiatan statistic atau kegiatan perstatistikaan
3. kadang juga dimaksudkan metode statistic, yaitu cara-cara tertentu yang diperlu ditampuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun atau mengatur, menyajikan, menganalisis dan memberikan interprestasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat dibicarakan atau dapat memberikan pengertian makna tertentu.
4. Istilah statistic dewasa ini dapat diberi pengertian sebagai ilmu statistic. Ilmu statistic tidak lain adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan memperkembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan statistic. Dengan kata lain, ilmu statistic adalah ilmu pengetahuan yang membahas (mempelajari) memperkembangkan prinsip, metode dan prosedur yang perlu ditempuh atau dipergunakan dalam rangka : a. pengumpulan data angka, b. penyusunan atau pengaturan data angka, c. penyajian atau penggambaran atau pelukisan data angka, d. penganalisisan terhadap data angka, e. penarikan kesimpulan (conclusion), f. pembuatan perkiraan (estimation), serta g. penyusunan ramalan (prediction) secara ilmiah (dalam hal ini secara matematik) atas dasar pengumpulan data angka tersebut.
Statistik merupakan sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah, statistic membantu melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.
Logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep yang berlaku umum. Penalaran indukti dalam bidang ilmiahyang bertitik tolak pada sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hokum ilmiah, maka secara berurutan sebagai proses penalaran dapatlah disusun sebagai berikut : observasi dan eksperimen, hipotesis ilmiah, verifikasi dan pengukuhan, teori dan hokum ilmiah.
Penyimpulan kausal ditinjau dari segi bentuknya termasuk penalaran deduktif, yait membicarakan tentang konstrukti logisnya, tetapi jika ditinjau dari segi materinya merupakan penalaran indukti. Penyimpulan kausal telah dirumuskan dalam bentuk suatu metode, yang khusus untuk menarik kesimpulan dengan hubungan sebab akibat. Metode penyimpulan kausal, pertama kali dikemukakan oleh seorang filsuf inggris John Stuart Mill, sehingga metode ini sering disebut metode Mill. Metode penyimpulan kausal, pertama kali dikemukakan oleh seorang filsuf Inggris John Stuart Mill, sehingga metode ini sering disebut metode Mill. Metode kausal dibedakan menjadi lima macam, dan perbedaan, metode sisa, dan metode perubahan seiring. Berikut ini pengertian dari metode-metode tersebut.
1) Metode persesuaian disebut juga metode persamaan, menyatakan jika dua peristiwa atau lebih dari suatu gejala tertentu memiliki satu factor yang sama, maka factor tersebut dapat dianggap sebagai sebab dari gejala itu
2) Metode perbedaan menyatakan jika terdapat dua peristiwa, yang bersatu berkaitan dengan gejala tertentu dan yang lain tidak, sedang pada peristiwa yang satu terdapat sebuah unsur dan pada peristiwa yang lainya tidak terdapat, maka unsure itulah yang merupakan sebab dari gejala tersebut.
3) Metode gabungan penyesuaian dan perbedaan menyatakan jika dua peristiwa atau lebih yang di dalamnya terjadi gejala tertentu mempunyai persamaan satu unsure, sedang dua atau lebih peristiwa yang di dalamnya tidak terjadi gejala tersebut dan tidak mempunyai persamaan kecuali tidak adanya unsure itu, maka unsure yang semata-mata membuat dua kelompok peristiwa itu berbeda adalah akibat atau sebab dari gejala tersebut.
4) Meotde sisa menyatakan jika terdapat beberapa gejala sebab akibat dari beberapa factor dan dengan pengurangan factor dapat mengurangi gejala tersebut, maka sisa dari gejala itu merupakan akibat dari sebab-sebab selebihnya.
5) Metode perubahan seiring menyatakan diantara dua peristiwa jika dengan adanya perubahan unsur peristiwa kedua, dan sebaliknya unsure peristiwa kedua tidak mengalami perubahan jika unsure pada peristiwa pertama tidak berubah, maka dua unsure dalam dua peristiwa tersebut berhubungan sebagai sebab akibat.
6) Jaid, peran statistic dalam kegiatan penelitian ilmiah (dalam Hartono Kasmadi, dkk., 1990) dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Memungkinkan pencatatan data penelitian dengan eksak
b. Memandu peneliti untuk menganut tata pikir dan tata kerja yang definitive dan eksak
c. Menyajikan cara-cara meringkas data kedalam bentuk yang bermakna lebih banyak dan lebih mudah mengerjakannya;
d. Memberikan dasar-dasar untuk menarik simpulan melalui proses yang mengikuti tata cara yang diterma oleh ilmu.
e. Memberikan landasan untuk meramalkan secara ilmiah tentang bagaimana suatu gejala akan terjadi dalam kondisi yang telah diketahui
f. Memungkinkan peneliti menganalsis, menguraikan sebab akibat yang kompleks dan rumit, andaikata tanpa statistic hal itu bakal merupakan peristiwa yang membingngkan dan bakal tidak dapat diuraikan.
Filsafat Ilmu
19.14
Laskar Kajian dan Penulisan Ilmiah


